Cerpen Bromocorah/ dok. Yuana Fatwalloh |
Judul : Bromocorah
Pengarang: Mochtar Lubis
Penerbit: Sinar Harapan
Kota Tempat Terbit: Jakarta
Tahun Terbit: 1983
Siapa enggak kenal cerpen Bromocorah karangan Mochtar Lubis? Tentu, pecinta cerita pendek pasti tahu karangan jurnalis sekaligus seniman legendaris itu. Buku cerpen Bromocorah karangan Mochtar Lubis terdiri dari 12 cerita pendek. Satu diantara berjudul Bromocorah.
Dalam cerpen ini berkisah seorang bromocorah alias bandit di suatu desa di Jawa. Ia terkenal garang, gagah dan disegani penduduk desa. Tapi, ia juga bukan seorang yang jahat terhadap warga lainnya. Bromocorah juga menjadi "penjaga keamanan" di desa.
Ia seorang laki-laki berusia 35 tahun. Badannya bugar dan sehat. Saban hari berlatih silat tepat sebelum subuh tiba. Menjelajahi pematang sawah, naik turun bukit, hingga menembus hutan pohon jati.
Latihan belum usai, muncul seorang pemuda yang menyerangnya tiba-tiba dari balik pohon. Spontan, ia melawannya dengan keras. Tak ayal, perkelahian sengit pun terjadi. Ba...bi...bu pemuda itu tergeletak di tanah. Bromocorah pun ingin mengakhirinya dengan tendangan kaki tepat menimpa kepala pemuda itu.
Namun, tak sampai hati ia menghabisi pemuda itu. Sebab, bromocorah teringat anaknya yang tengah tertidur pulas di rumah. Ia pun meninggalkan pemuda itu.
Baca juga: Bagaimana Rasanya Jajangmyeon Mie Ayamnya Orang Korea
Dalam perjalanan pulang ia gamang, khawatir tentang masa anaknya. Haruskah anaknya mewarisi "gelar" bromocorah darinya? Akankah ia akan pensiun menjadi bromocorah?
Di sisi lain, keluarganya miskin, tak menghasilkan banyak uang, tak punya tanah garapan dan pekerjaan layak di desa. Dengan bermodalkan nekat, ia mencoba mendaftarkan diri untuk transmigrasi ke luar pulau. Sayang seribu sayang, pengajuannya menjadi transmigran ditolak lantaran ia terkenal sebagai bromocorah.
Tentu, tak ada harapan lagi baginya. Bromocorah tetap melekat pekat di tulangnya hingga anak turunnya.
Apa yang menarik?
Cerpen ini memiliki penggambaran sosok bromocorah yang detail. Muchtar Lubis juga mengajak pembaca untuk membayangkan bagaimana ritus silat bromocorah di pagi buta.
Selain itu, konflik batin yang dimunculkan dalam diri bromocorah juga menjadi hal yang menarik untuk disimak.
Dalam cerpen ini, Muchtar Lubis mengkritik sistem masyarakat sosial yang tak memberikan kesempatan dan ruang bagi bromocorah/bandit/preman "bertaubat", agar dapat menjalani hidup normal. Stigma yang melekat pada bromocorah sukar dihapus dalam memori kolektif masyarakat. Sehingga, hal itu menjadi batu sandung bagi hidup bromocorah.
Kesimpulan
Cerpen ini rekomended untuk dibaca hingga saat ini. Penggambaran nasib bromocorah yang terbelenggu dalam struktur masyarakat dan stigma, mampu menjadi pelajaran yang relevan sampai sekarang. Meski penggambaran nasib bromocorah cenderung tipis, cerpen ini menyiratkan pesan bahwa setiap orang berhak atas hidup yang layak.
Menarik banget premis dari cerpennya, saya selalu suka dengan cerita-cerita yang diambil dari sudut pandang yang jarang kita tau. Jadi pengen baca nih
BalasHapusKarya-karya Mochtar Lubis emang keren kak
Hapus