yuanayu.com

Mengenal Bahasa Jawa Mojokertoan

Posting Komentar
Bahasa jawa dialek arek

Lebih seperempat abad saya tinggal berpindah-pindah di beberapa daerah. Terhitung, 18 tahun saya tumbuh di kampung halaman, Mojokerto. Lanjut, besar di beberapa daerah termasuk ibukota. Tentu, beragam pengalaman menarik dan unik menjadi warna-warni perjalanan saya.

Salah satunya dalam penuturan bahasa. Interaksi dan perbedaan bahasa inilah membuat saya menyadari untuk lebih mengenal bahasa Jawa dialek mojokertoan.

Saat Bicara Dikira Lagi Marah

Saya tinggal di Surabaya selama 6,5 tahun. Jumlah itu terhitung dari menempuh pendidikan tinggi hingga bekerja. Tentu, pertama kali merantau membuat saya cukup kagok dalam berbicara. Meski Mojokerto tidak jauh dari Surabaya, Jarak tempuh hanya 2 jam antar kedua kota.

Namun, beberapa moment cukup kaget dengan obrolan yang diimbuhi “cok”, “jamput” dan lainnya. Pasalnya, imbuhan ini masih agak tabuh dan kurang sopan di Mojokerto. Padahal, sebagian besar bahasa mojokertoan sama dengan suroboyoan.

Sementara itu, ketika saya menggunakan bahasa Jawa dialek mojokertoan, ada beberapa kosakata yang berbeda. Sehingga, harus diimbuhi translate ke bahasa Indonesia. 

Bahkan, penekanan saat mengunakannya pun dapat menimbulkan salah paham. Misalnya, “He ojo ngunu, gae seng iki ae!” (hei jangan gitu, pakai yang ini aja!) ujarku lantang. Beberapa teman sempat bertanya-tanya, kenapa marah-marah? Kenapa sewot? Padahal, saat itu saya tidak marah ataupun memiliki tendensi negatif kepada seseorang, biasa saja. 

Di lain kesempatan, salah seorang rekan kerja mengira saya adalah orang Madura. Tentu, alasannya lagi-lagi berbicara dengan lantang dengan penekanan pada kosakata tertentu. 
Di sisi lain, suami saya pun mengidentifikasi bahasa mojokertoan ini unik. 

Usai menikah, kami tinggal beberapa bulan di Mojokerto. Ternyata, saya baru menyadari saat suami mengatakan dialek dan kosakata mojokertoan memiliki perbedaan dengan bahasa suroboyoan. Bahkan, suami saya tak banyak memahami saat bercengkrama dengan keluarga. Padahal, suami sudah cukup lama hidup di Surabaya. Sehingga, saya menjadi penerjemah dadakan hehehe. Nah, seperti apa bahasa Jawa mojokertoan itu? Yuk simak lebih lanjut!

Apakah Mojokerto Bagian Dari Kebudayaan Arek? 

Jawa Timur diidentifikasi memiliki 10 wilayah kebudayaan. Sub kebudayaan ini tumbuh dan mendiami ujung timur pulau Jawa selama berabad-abad lamanya. Sehingga menciptakan berbagai buah pikiran, kesenian, adat istiadat dan norma kehidupan serta keragaman bahasa. 

Mungkin, Jawa Timur lebih dicirikan dengan budaya Arek. Akan tetapi, satu provinsi ini memiliki beragam budaya yang khas. Masing-masing wilayah kebudayaan memiliki ciri unik dan menarik untuk diperbincangkan.

Sub kebudayaan ini terdiri dari Mataraman, Osing, Samin, Tengger, Pandalungan, Panaragan, Madura kepulauan, Madura-Bawean, Madura Kangean dan Arek. Nah berikut ulasan singkat sepuluh wilayah kebudayaan di Jawa Timur:

1. Mataraman

Masyarakat Mataraman memiliki irisan budaya yang kental dengan tradisi masyarakat Solo dan Yogyakarta. Sistem sosial dan ekonomi pun memiliki kemiripan. Seperti, adanya kaum santri dan abangan, sistem bercocok tanam di lahan pertanian maupun berladang di hutan. 

Akan tetapi, dari sisi penuturan bahasa memiliki berbedaan. Baik dari tingkatan bahasa maupun dialek dan peperbendaharaan kata pengucapannya. 

Sementara, masyarakat Mataraman banyak mendiami wilayah Madiun, Ngawi, Tuban, Trenggalek, Tulungagung, Kediri, Blitar, Magetan hingga Pacitan.

2. Osing

Komunitas Masyarakat Osing banyak mendiami wilayah Banyuwangi. Orang-orang Osing memiliki budaya percampuran antara Jawa dan Bali. Masyarakat Osing terkenal sebagai petani ulet dan berbakat dalam bidang kesenian. Beberapa kesenian yang turun temurun dilaksanakan masyarakat Osing adalah Kentrung, Gandrung Banyuwangi dan burdah.

3. Samin

Masyarakat Samin Jawa Timur banyak bermukim di Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro. Wilayah ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Ngawi. Meski tidak sebanyak komunitas lainnya, masyarakat Samin dikenal teguh dalam kejujurannya. Hal ini tidak terlepas dari sejarah pergerakannya sebagai komunitas anti penjajah. Samin berasal dari nama pendiriannya yakni Samin Surosentiko. Ia mengajarkan Sedulur Sikep yakni ajaran Saminisme, ajaran menolak kolonialisme dan kapitalisme penjajah Belanda. Perlawanan masyarakat Sami terhadap penjajah bersifat anti kekerasan, seperti pemikiran, kebiasaan hingga adat istiadat. 

10 wilayah kebudayaan jawa timur

4. Tengger

Masyarakat Tengger mendiami kawasan Bromo.  Orang-orang Tengger sebagian besar bermata pencaharian menjadi petani dan memanfaatkan hasil hutan. Komunitas ini beragama Hindu yang kental dengan nilai Mojopahit. Oleh karena itu berbagai upacara keagamaan kerap diadakan di kawasan Bromo. 

5. Panaragan

Masyarakat Panaragan bermukim di Kabupaten Ponorogo. Masyarakat ini tidak hanya menghormati pemangku kebijakan, tapi juga tokoh informal seperti ulama dan warok. Salah satu ulama terkenal Ponorogo adalah Kiyai Hasan Besari. Saat haul beliau terlihat bagaimana penghormatan masyarakat yang begitu antusias dan meriah. Sementara itu, Reog Ponorogo menjadi salah satu kesenian yang paling terkenal. Banyak sekolah yang mengajarkan kesenian ini hingga mengikuti pentas dan menjuarai perlombaan tingkat nasional. 

6. Pandalungan

Orang-orang Pandalungan tinggal di kawasan Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Bondowoso hingga Jember. Komunitas masyarakat ini merupakan hasil percampuran antara budaya Jawa dan Madura. Sementara itu, pengaruh Madura dan nilai Islam sangat kental di masyarakat Pandalungan. Bahkan, bahasa Madura banyak digunakan oleh orang-orang Pandalungan. Beberapa teman yang berasal dari Pandalungan sering berkelar sebagai Madura swasta, alias orang Madura yang tidak tinggal asli di Pulau Madura hehehe... 

7. Madura

Komunitas Madura terkenal dengan kerja kerasnya. Sehingga, tidak heran banyak orang Madura yang merantau di berbagai daerah di Indonesia. Komunitas Madura baik Pulau Madura, di Pulau Bawean dan Pulau Kangean memiliki satu garis budaya yang kental dengan nilai keislaman. Oleh karena itu, ulama memiliki posisi strategis dalam sistem sosial. Ulama atau kiyai menjadi aktor paling dihormati di komunitas Madura.

Tentu, tidak main-main peran ulama dalam masyarakat Madura. Bahkan, wejangan ulama menjadi titah penting masyarakat. Oleh karena itu, ulama Madura kerap dilibatkan pemangku kebijakan untuk membantu mensosialisasikan program ataupun kebijakan kepada masyarakat. 

8. Arek

Masyarakat Arek tinggal di Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Gresik, Lamongan hingga Malang. Budaya Arek lekat dengan spirit patriotisme. Hal ini juga berkaitan dengan peristiwa 10 November. Oleh karena itu, komunitas Arek dikenal dengan sebutan bandha nekat (dibaca: bondho nekat). 

Selain itu, masyarakat Arek juga memiliki sikap egaliter dan heterogen. Pasalnya, Surabaya sebagai kota terbesar kedua memiliki aktivitas sosial, pendidikan dan ekonomi yang dinamis. Hal itu juga dipengaruhi dan ditunjang oleh beberapa daerah penyangga di sekitarnya. 

Sehingga, percepatan arus informasi menarik masyarakat untuk bersifat terbuka. Maka tidak heran berbagai kesenian berkembang pesat di wilayah kebudayaan ini. Diantaranya, ludruk, wayang kulit, srimulat, kuda lumping/ jaranan, bantengan, tayub, dibaan, terbangan, hadroh dan lain sebagainya. 

Mengenal Bahasa Jawa Mojokertoan, Bagaimanakah Itu? 

Bahasa jawa arek memiliki beragam dialek di daerahnya

Tentu, Mojokerto sebagai wilayah kebudayaan Arek memiliki berbagai kesenian. Penutur bahasa Arek juga kerap diperdengarkan di kesenian Ludruk. Pernah dengar grup Ludruk Karya Budaya? Grup ini berasal dari Mojokerto. Ludruk ini terkenal di zamannya bahkan hingga tahun 2000-an. Mungkin mbah, kakek, nenek  atau bapak-bapak kamu masih kerap mendengar lawakan grup ini hehehe. Apalagi, Supali, salah satu pelawak dalam ludruk ini yang iconic banget. Lucu maksimal dengan berbagai gayanya. 

Tentu, dialek mojokertoan juga ikut mewarnai dalam setiap dialog para pelawak.
Selain itu, dialek mojokertoan juga diikuti dengan nada yang khas. Terkadang, aneh bagi sebagian orang yang baru mendengarnya. Bahkan, dianggap sedang marah. Padahal, hanya menekankan terhadap kata tertentu dan bersuara lantang. Misalnya, "mbok! cek senengen" Artinya, kok senang sekali. 

Berikut contoh penutur bahasa mojokertoan yang kerap digunakan sehari-hari:

Kosakata yang unik: 

1.Glatih (pisau), Ladhing (Arek), Peso (Jawa Standar) 

2. Kajenge (akan), kate (Arek), Badhe (Jawa Standar) 

3. Masaala (ungkapan seperti ya Allah atau MasyaAllah) 

4. Ketoro (kelihatan), Ketok (Arek), Ketinggal (Jawa Standar) 

5. Dublek (tuli), Budeg (Arek)

6. Nyemoni (bohong), Mbujuki (Arek), Ngapusi (Jawa Standar) dll

Dengan imbuhan (O)

7. telpono (telpon gih) 

8. Genahno (jelaskan) 

9. Mecicil (melotot), Mendelik (Arek)

Menggunakan imbuhan "mbok"

10. Kok mbok pilih?" (Kok kamu pilih?)

Ada Imbuhan "cek"

11."Iyo gapopo cek ayu" (Iya enggak papa biar cantik) dll

Bagaimana? sudah tahu bukan? Itulah sedikit uraian mengenal bahasa Jawa mojokertoan. Semoga bermanfaat dan bisa main-main ke Mojokerto ya. Selamat Mother Language Internasional ygy :D


Referensi

https://brangwetan.wordpress.com/2007/10/02/sepuluh-wilayah-kebudayaan/

https://kabarkampus.com/2018/12/mengenal-lebih-dekat-sedulur-sikep/

https://123dok.com/document/zxnoxmoq-afiksasi-verba-bahasa-jawa-mojokerto-repository-unram.html

yuanayu
Housewife, former journalist, content writer | blogger lifestyle my Instagram @yuanayu.uuu

Related Posts

Posting Komentar